Alkisah Petani Rumput Laut di Bontosunggu


Setiap institusi maupun individu-individu yang ada di dalamnya memiliki masalah dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Pada dasarnya, kemunculan sebuah masalah tidak bisa dilepaskan dari perilaku aktor yang berada di dalamnya. Disadari atau tidak, masalah bisa muncul, baik secara berkelompok maupun secara individu.
Disini saya tidak akan terlalu jauh membahas “masalah”. Saya hanya akan berbagi pengalaman seputar perubahan yang terjadi dalam satu komunitas petani rumput laut di desa tempat saya lahir, dibesarkan, dan tinggal, Bontosunggu.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalah Kabupaten Jeneponto, dimana Bontosunggu menjadi salah satu dari sekian desa penghasilnya. Bontosunggu memiliki garis pantai dengan panjang lebih dari 4 kilometer, 6 dari 8 Dusun yang ada hanya berjarak 5 sampai 10 kilometer dari bibir pantai. Tak heran bila sebagiaan besar warga menjadikan budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian utama yang telah digeluti sekitar 17 tahun lamanya. Keterampilan dan keahlian warga setempat dalam mengolah komoditi rumput laut pun terbilang cukup baik. Sayangnya, tidak banyak yang memahami hal ini. Kondisi tersebut, sedikit banyak cukup berpengaruh terhadap kondisi masyarakat setempat.
Menjadi wajar jika pendapatan sebagian besar warga masih jauh dari kata cukup. Petani yang terlambat
memulai proses budidaya karena kesulitan memperoleh modal usaha, sudah menjadi kisah umum yang menghiasi kehidupan Bontosunggu. Celah ini justru dimanfaatkan dengan baik oleh para rentenir dan tengkulak yang kerap menawarkan pinjaman uang untuk modal usaha. Walau tidak sedikit yang menyadari bahwa hal tersebut akan berdampak buruk di kemudian hari, namun ketidakberdayaan petani untuk memenuhi tuntutan hidup dan kelangsungan usaha, membuat mereka terpaksa mengambil opsi tersebut. Alhasil, petani pun terlilit hutang. Mereka harus membayar bunga sangat tinggi sebagai kompensasi atas pinjaman yang mereka dapatkan dari para lintah darat. Sementara para tengkulak memanfaatkan kondisi ini dengan membeli hasil produksi mereka dengan harga yang sangat murah, jauh di bawah harga pasar.
Rendahnya harga rumput laut kering beberapa tahun terakhir kian memperpanjang kisah kelam Bontosunggu. Hal ini tak lepas dari rendahnya mutu rumput laut itu sendiri. Beban hidup yang kian berat telah membuat para petani kurang menyadari, bahkan bersikap masah bodoh dengan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Mereka hanya memanfaatkan alat seadanya untuk menjemur hasil panen mereka. Pemerintah yang seharusnya bertanggungjawab dan mengambil peran untuk menyelamatkan kondisi ini, justru bersikap seolah-olah tidak peduli dengan masalah yang dirasakan oleh para petani rumput laut.
Sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat sekaligus pelaku budidaya rumput laut, saya menyadari betul situasi yang mendera para petani rumput laut saat ini. Walau secara materi kondisi saya tidak jauh berbeda dengan yang lainnya. Keinginan besar untuk merubah penghidupan masyarakat Bontosunggu, khususnya Dusun Kalumpang Barat, tempat saya bermukim, bisa berubah.
Suatu hari, kesempatan datang. Saya mencoba berjejaring dengan Lembaga Mitra Turatea yang cukup eksis di bidang pemberdayaan masyarakat, dengan harapan mendapatkan respon dan empati terhadap apa yang kami alami di Bontosunggu saat ini. Masalah ini pun saya ceritakan kepada Pak Rahmat, Direktur Eksekutif Lembaga Mitra Turatea. Tak lama berselang, Lembaga Mitra Turatea, melalui program PNPM-Peduli menjawab apa yang selama ini menjadi kendala dan permasalahan kami. Dari pembicaraan inilah kemudian sedikit terbuka celah menuju perbaikan nasib Petani Rumput Laut di Bontosunggu.
Dua kelompok yang terdiri dari dua puluh perempuan petani rumput laut di Dusun kami diberi kemudahan dalam mengakses permodalan bertepatan dengan awal musim tanam/budidaya. Kedua kelompok tersebut juga diberikan kemudahan dalam mengakses pengolahan Rumput Laut pasca panen berupa, pengadaan sarana penjemuran (para-para). Tak cukup sampai di situ, kedua kelompok perempuan petani tersebut juga dibekali pengetahuan seputar usaha budidaya Rumput Laut melalui pelatihan–pelatihan peningkatan kapasitas agar nantinya memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menghadapi persoalan hidup.
Dalam beberapa pertemuan, baik formal maupun kunjungan lainnya yang dilakukan oleh Mitra Turatea, para anggota diberikan pemahaman-pemahaman seputar budidaya Rumput Laut, mulai dari pengenalan potensi kepada masing-masing peserta, sampai kepada hal-hal yang sifatnya dapat mendukung kelancaran usaha, juga kerap kali diberikan pengertian agar memperbaiki kualitas rumput laut melalui proses pengolahan pasca panen yang baik dan benar, sebab satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar kualitas rumput laut mampu berdaya saing di pasaran. Sehingga demikian dapat mempengaruhi meningkatnya harga dan pendapatan keluarga nantinya.

Untuk tahun ini, usaha budidaya kami lumayan lancar. Lega rasanya, karena tidak bergantung lagi kepada rentenir untuk mendapatkan modal usaha. Rumput laut yang berumur cukup tak lagi mengalami keterlambatan panen karena sarananya telah siap, dan yang terpenting lagi, kualitasnya terjaga. Meski demikian, saya berharap agar suatu gari nanti harga melonjak naik sehingga pendapatan keluarag pun ikut terdongkrak. Terima kasih Mitra Turatea, terima kasih PNPM-PEDULI, We need you!
Enkosa Akurat dan terpercaya. Lebih dekat dengan saya cek IG @endikekos

0 Response to "Alkisah Petani Rumput Laut di Bontosunggu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel